Bandrong, Si Ikan Sakti
Pernah lihat Ikan Sakti beraksi membanting manusia? Ada di Padepokan
Pencak Silat, taman Mini Indonesia Indah, tanggal 21 Juni 2008 di Hall
terbuka. Tentu saja Ikan Sakti alias bandrong adalah nama aliran pencak
silat yang dimainkan oleh para pendekar yang datang langsung dari
pedepokan Karang Tunggal, Desa Bojonegara, Serang, Banten. Tidak
tanggung-tanggung, rombongan pesilat bandrong ini berjumlah tidak kurang
dari 30 orang, satu bis penuh. Mereka datang memang atas
undangan Forum Pecinta dan Pelestari Pencak Silat Tradisional (Komunitas
Sahabat Silat) untuk mengisi acara rutin �Diskusi Sahabt Silat� untuk
mengangkat dan mengenalkan kembali pencak silat pada kaum muda
Indonesia.
Yang
datang tidak hanya para praktisi silat bandrong saja, tapi lengkap
dengan musik pengiringya yang disebut petingtung. Sebuah musik khas
Banten yang unik dengan terompet dan kendang besar dan kecil, gong
beberapa buah dan sebuah gong unik yang suaranya didapat dari gema yang
dipantulkan ke dalam semacam tong kecil yang disemen namun berongga
ditengahnya. Itulah Petingtung.
Tentu
sja hal ini ditanggapi dengan semangat oleh komunitas Sahabat Silat.
Tidak kurang dari 70 orang mendatangi diskusi terbuka ini. Sebagian dari
mereka bahkan membawa keluarganya berikut anak-anaknya, para istri atau
teman-teman lainnya..
Acara
diskusi dibuka oleh MC yaitu Kang Kiki dan dilanjutkan oleh moderator
yang bersuara meyejukkan jiwa yaitu Bang Rasyid alias Ochid. Ketua
dan sesepuh rombongan Bandrong kemudian memperkenalkan satu demi satu
per anggota rombongannya; yang sangat bervariasi mulai dari anak-anak
hingga kakek gaek berusia di atas 70 tahun (tapi jangan tanya kemampuan
silatnya!).
Pemaparan sejarah singkat dilakukan oleh Team Bandrong (Bpk Haji Satibi dan Bpk Astare) mengenai aliran unik ini. Bandrong
ternyata adalah nama ikan yang biasa terdapat di daerah Banten. Dengan
karakter yang khas, gerak pencak ini banyak diilhami �minimal dalam
penamaannya�oleh si ikan yang memiliki gigi bergerigi dan panjang serta
bisa terbang dari dalam laut ke udara.
Seperti dituiskan oleh Nasrudin dalam makalahnya �Sejarah Singkat Pencak Silat Bandrong�� :
Bandrong
diambil dari nama jenis ikan terbang yang sangat gesit dan dapat
melompat tinggi, jauh, atau dapat menyerang kerang dengan moncongnya
yang sangat panjang dan bergerigi tajam sekali, sehingga ia merupakan
ikan yang sangat berbahaya, sekali serang dapat membinasakan musuhnya.
Ki Patih Jaga laut atau patih yang selalu melanglang buana menjaga laut,
sangat menyukai dan sering memperhatikan ikan tangkas gesit ini dan
juga jangkauan lompatan jarak jauhnya dan hal itu benar � benar
mempesonanya. Sehingga akhirnya beliau mengambil nama ikan itu untuk
memberi nama ilmu ketangkasan beladiri yang dimilikinya dengan nama �
PENCAK SILAT BANDRONG� karena tangkas dan gesit serta berbahaya seperti
ikan Bandrong
Asal muasalnya, konon dari seorang pendekar pada jaman Sultan Maulana Hasanudin yang menjadi Sultan di Banten ( 1552-1570), yaitu Ki Sarap. Singkat kata, setalah Ki Sarap mengalahkan salah seorang senopati
banten yaitu Ki Semar; dengan berbagai kondisi dan pertimbangan,
akhirnya Sultan mengangkat Ki Sarap Sebagai senopati dengan Gelar
Senopati Nurbaya (Ki Urbaya). Dari ilmu Ki Sarap-lah bandrong bermula.
Dalam pelaksanaan tugas sebagai Senopati, Ki Sarap banyak
berhadapan dengan para perompak yang beroperasi di sekitar teluk/laut
Banten. Karena banyak tugasnya menjaga laut Ki Sarap juga dijuluki : Ki Patih Jaga Laut. Disinilah ilmunya semakin berkembang dan akhirnya diwariskan secara turun termurun di Banten, hingga saat ini.
Menurut Nasrudin (masih dari makalah yang sama) yang juga adalah salah satu Pengurus Perguruan Silat Padepokan Karang Tunggal, Koordinator Bidang Penelitian dan Pengembangan; JURUS DASAR PADA SILAT BANDRONG adalah sebagai berikut :
- JURUS PILIS
- JURUS CATROK
- JURUS TOTOG
- JURUS SELIWA
- JURUS GEBRAG
- JURUS KURUNG
Sedangkan Gerakan dasar langkah silat Bandrong Ada berjumlah 27 buah .
Bandrong dan Petingtung
Tidak
lengkap rasanya jika hanya sekedar mendapat keterangan tanpa praktek
nyata. Maka acara pun dilanjutkan dengan pertunjukkan jurus. Mulai
dari pesilat cilik tampil dengan yakin dan indahnya namun tangkas dan
bertenaga menampilkan jurus-jurus bandrong. Jurus bandrong terlihat
banyak memiliki karekter tangkapan dengan jangkauan langkah panjang dan
serangan tangan yang juga panjang-panjang. Bantingan dengan menangkap
kaki lawan, kemudian dilemparkan adalah permainan yang disukai. Banyak
sekali aplikasi bantingan yang dimiliki bandrong. Sehingga muncul pameo:
�mau minta dibanding telungkup atau terlentang�. Sekilas terlihat
persamaan dengan maen pukulan dari betawi yaitu cingkrik.
Kekekhasan
lainnya, bandrong banyak lompatan-lompatan dengan jangkauan tangan
(pukulan) yang panjang dan langkah kaki lebar-lebar. Sangat kontras dengan
aliran silat sunda umumnya yang tangan/lengannya umumnya senantiasa
menempel di ketiak atau tidak mau jauh dari badan. Bandrong sangat
percaya diri untuk membuka tanganya hingga membentuk sudu 90 derajat
dengan tubuhnya. Serangan tanganpun tidak hanya kepalan, tapi juga
tusukan dan totokan. Tidak ada tendangan tinggi; satu dua
kali terlihat para praktisi mengangkat satu kakinya seprti posisi burung
bangau sedang angkat kaki, namun tetap tidak ada tendangan yang
spektakuler.
Pada
kesempatan ini juga ditampilkan �sambutan� atau permainan jual beli
yang merupakan aplikasi dari jurus yang dimainkan oleh dua orang baik
tangan kosong maupun menggunakan golok. Terlihat didalamnya apa yang
dinamankan : ngebandrong; menutup serangan; colok, gedog dan gendring
yang demikian unik dan khas bandrong dari Banten.
Dan tetap saja musiknya yaitu petingtung menjadika semuanya semarak. Sehingga
seorang sesepuh dari Cikalong meminta untuk diajari ibingan yang
demikian memukau tersebut. Maka peserta pun ramai-ramai diajak mengibing
ala bandrong. Soal musik ini Pak Eddy Nalapraya, sesepuh
pencak silat, berkomentar �lestarikan pula alat musik ini, jangan cuman
silatnya�, ujarnya � liat suling panjang ini, sekarang siapa yang bisa
memainkannya?�. Benar saja, berbagai alat musik tradisonal petingtung tergolong semakin sedikit orang yang bisa memainkannya. Pelestarian
pencak silat, bandrong misalnya seyogyanya juga meliputi budaya lainnya
semisal alat musiknya, pakainnya, serta tradisi-tradisi lainnya�
Demikianlah
dalam suasana kekeluargaan, acara diskusi ditutup menjelang sore di
hari sabtu yang agak panas itu� Selalu terbayang,: seekor ikan terbang,
Ikan bandrong, meluncur gagah diangkasa, setelah keluar dari laut nan
biru di lautan sekitar Banten. Ikan yang mengilhami para pendekar dahulu akan keperkasaan alam, kekuatan dahsyat Sang Pencipta Alam Semesta.
Kita belajar dari Alam, untuk mengenal Sang Pencipta Alam melalui budaya warisan leluhur pencak silat tradisional
Oleh : Ian S yamsudin ( silatindonesia.com )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar